Diduga Garap Kawasan Hutan Lindung, PT. Rajawali Diadukan ke Polda Sultra

14 Desember 2021, 14:59 WIB
Aktivitas PT. Rajawali di Blok Marombo Kabupaten Konawe Utara (Ket Foto: Istimewa) /

ASUMSI SULTRA - Diduga menggarap kawasan hutan lindung di Blok Marombo Kabupaten Konawe Utara, PT. Rajawali diadukan ke Polda Sultra, Selasa 14 Desember 2021.

Berdasarkan data yang berhasil dihimpun  AsumsiSultra.Com, PT. Rajawali dalam melakukan dugaan ilegal mining bersama PT. Cipta Surya Delapan (CS8) bersama kontraktor mining diantaranya PT. Prima Graha Wahana Lestari, PT. Bumi Graha Usaha Raya, PT. Las Lea Anugerah Sejahtera, PT. Mokindo Jaya Abadi dan belasan lainnya.

Perusahaan-perusahaan tersebut diduga melakukan penambangan secara ilegal dengan modus menggunakan dokumen perusahaan lain serta mendapatkan Backup dari Oknum Pejabat Kepolisian di Sultra.

Baca Juga: Dapatkan Kulit Mulus Hanya dengan Menggunakan Cuka Apel Untuk mendapatkan kulit

Terkait persoalan tersebut Ketua Jaringan Lingkar Pertambangan (JLP) Sultra Wawan Soneangkano resmi melaporkan PT. Rajawali di Polda Sultra atas dugaan penambangan ilegal dalam kawasan hutan lindung di Blok Marombo Kabupaten Konawe Utara.

Sebelumnya, JLP Sultra telah bertandang ke Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Sultra terkait adanya dugaan penambangan dalam kawasan hutan lindung atau lahan koridor yang di lakukan oleh PT. Rajawali itu.

"Sesuai hasil hearing kami bersama pihak kehutanan, mereka pun mengakui secara kelembagaan bahwa PT. Rajawali tidak memiliki IPPKH, bahkan Nama PT. Tersebut, mereka juga dalam hal ini kehutanan, baru mendengarnya," ungkapnya.

Baca Juga: Inilah Resep Chocolate Cake, Cuma 3 Bahan Sederhana Tanpa Oven, Mixer dan Kukus

Dalam keterangannya tepat di depan Mapolda Sultra Wawan Selaku Ketua JLP Sultra menyampaikan bahwa adanya sebuah kejahatan yang diduga dilakukan oleh PT. Rajawali dalam kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Konawe Utara Desa Morombo itu," katanya.

Wawan juga mengatakan bahwa pihaknya juga telah resmi melaporkan PT. Rajawali Dan laporannya diterima dengan baik oleh Pihak Tipiter Polda Sultra.

Baca Juga: Shopee Rayakan 12.12 Birthday Sale bersama Seluruh Ekosistem dengan Peningkatan Kunjungan 6 Kali Lipat

"Karena berdasarkan hasil investigasi kami, bukan hanya ilegal mining dalam kawasan hutan yang terjadi. Tetapi adanya temuan bahwa PT. Rajawali kuat melakukan aksi kejahatannya itu dengan menggunakan dokumen perusahaan lain yang kami duga Ilegal, yaitu dokumen Perusahaan PT. Unaha Bakti Persada (PT. UBP)," bebernya.

Baca Juga: Inilah Resep Bolu Gulung Pisang Karamel, Kudapan Lembut dan Lezat, Ala Chef Devina Hermawan

Masih kata Wawan, pihaknya memastikan bahwa perusahaan PT. Rajawali yang diduga sedang menambang ilegal itu akan diberhentikan dan akan diperiksa oleh aparat penegak hukum.

"Kami pastikan PT. Rajawali dan PT. Unaha Bakti Persada (PT. UBP) akan sekaligus dipanggil dan diperiksa atas dugaan pemberian Dokumen secara ilegal kepada PT. Rajawali dalam aktifitas Penambangannya dalam kawasan hutan lindung alias kawasan Koridor itu," tegasnya.

Wawan juga menegaskan bahwa jika laporan ini berjalan ditempat, maka pihaknya akan melakukan aksi jilid berikutnya. 

Baca Juga: Meningkatkan Kadar Oksigen Dalam Tubuh dengan Olahraga Sederhana

"Karena aksi kami pada kesempatan kali ini bukan akhir dari gerakan pelaporan. Tetapi ini adalah awal dimulainya pertempuran," tegasnya.

"Sebab kejahatan PT. Rajawali ini kami duga suda terlalu banyak melakukan pengrusakan kawasan hutan lindung di Kabupaten Konawe Utara, Desa Morombo," tambah dia.

Selain itu dari keterangan Ketua Milenial Progresif Sultra, Ibrahim, mengungkapkan bahwa perusahaan tersebut kerap beberapa kali diduga kuat mengganti dokumen.

"Terakhir kami dengar kabar bahwa diduga kuat PT. Rajawali menggunakan dokumen PT. UBP, dan kami menduga mereka juga beberapa kali menggunakan dokumen perusahaan lainnya untuk melancarkan aktivitas dugaan penambangan ilegalnya," katanya.

Baca Juga: Jadwal Lengkap Acara GTV Hari Ini, Selasa, 14 Desember 2021, Ada 'IPA IPS' dan 'Kisah Viral'

Ibrahim juga mengungkapkan bahwa ada sekitar belasan perusahaan kontraktor yang diduga turut melakukan aktivitasnya.

"Data yang berhasil kami himpun diduga ada lebih dari 13 Perusahaan, diantaranya PT Prima Graha Wahana Lestari dan PT Bumi Graha Usaha Raya yang turut kami duga melakukan aktivitas penambangan ilegal, serta mereka juga menyetorkan royalti sebesar 12 Dollar untuk dokumen dan Pengamanan atau kordinasi" tambahnya.

Ibrahim yang juga Putra Daerah Konawe Utara membeberkan bahwa para kontraktor mining selain diduga mereka berkordinasi dengan PT. Rajawali, mereka juga diduga berkordinasi dengan CS8.

Baca Juga: KPK Sebut Korupsi di Pengadaan Proyek, Bermula dari Proses Perencanaan

"PT. Rajawali dan PT Cipta Surya Delapan tempat para kontraktor mining kami duga kuat melakukan kordinasi dan selain itu kamj juga menduga kuat mereka menggunakan Jetty RMI dan Jetty masyarakat," terangnya.

Ia juga menyesalkan UPP Syahbandar Molawe yang dinilai turut berpartisipasi untuk melancarkan dugaan aktivitas penambangan ilegal tersebut.

"Ada oknum di UPP Syahbandar Molawe yang membantu penerbitan Surat Izin Berlayar (SIB) dan kami duga kuat kebagian dari 12 Dolar tersebut," kata dia.

Ibrahim pun mendesak Dirkrimsus Polda Sultra untuk melakukan tindakan secepatnya atas aktivitas tersebut.

Baca Juga: Mahasiswa Buton, Kader PMKRI Lolos Jadi Calon Pemimpin Muda Nasional Melalui Kemenpora

"Kami mendesak Ditkrimsus Polda Sultra untuk tidak membiarkan persoalan ini," tegasnya.

Ia juga menyesalkan adanya Oknum Pejabat Polda yang diduga turut terlibat hingga membackup aktivitas tersebut.

"Sebaiknya Mabes Polri yang menangani persoalan ini, pasalnya kami menduga kuat ada oknum pejabat Polda Sultra yang menambang dan membackup aktivitas dugaan penambangan ilegal tersebut," pungkasnya.

Baca Juga: Gus Baha Pesan Agar Shalat Berjamaah Tidak Terlalu Lama, Bisa Merusak Islam

Selain itu Ibrahim juga berharap Dansat Brimobda Sultra dapat menarik pasukannya yang diduga berada di wilayah tersebut.

"Kami berharap kepada Dansat Brimobda Sultra untuk dapat menarik pasukannya yang diduga mengamankan wilayah tersebut," harapnya.

Ibrahim juga menegaskan bahwa pelanggaran yang diduga dilakukan perusahaan tersebut melanggar sejumlah Undang-undang.

"Bahwa tindakan PT. Rajawali sangat bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, sebagaimana tertuang dalam passal 50 ayat (3) huruf g jo. Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 tahun 1999, tentang Kehutanan (UU Kehutanan).

“Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan (IPPKH), dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan," jelasnya.

Baca Juga: Dikaruniahi Anak Pertama, Keluarga Kesha Ratuliu Kini Menjalani Masa Bahagia

Lanjut Ibrahim yang juga Alumni Hukum UHO membeberkan hal tersebut juga melanggar ketentuan UU Minerba.

"Sebagaimana tertuang dalam Pasal 158 UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang berbunyi : Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)," bebernya.

Selain itu Ibrahim juga mengungkapkan bahwa oknum kepolisian yang diduga mengamankan perusahaan tersebut diduga telah melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri).

Baca Juga: Gus Baha Pesan Agar Shalat Berjamaah Tidak Terlalu Lama, Bisa Merusak Islam

"Kami duga kuat oknum kepolisian yang turut diduga mengamankan aktivitas perusahaan tersebut, melanggar Perkapolri Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Pemberian Bantuan Pengamanan pada Objek Vital Nasional dan Objek tertentu," pungkasnya.

AsumsiSultra.Com juga mengkonfirmasi ke pihak Staf UPP Syahbandar Molawe Bahar namun sampai berita ini diterbitkan belum mendapatkan tanggapan.

Kami juga mengkonfirmasi Dansat Brimob Polda Kombes Pol Adarma Sinaga mengatakan kehadiran satuannya disana dalam rangka pengamanan.

"Mereka seperti perusahaan-perusahaan lain mengajukan pengamanan, untuk pengamanan operasional perusahaan dan mereka menyurat untuk pihak kami melakukan pengamanan," ungkapnya.

Terkait dugaan tersebut Jurnalis AsumsiSultra.Com juga mengkonfirmasi Kabid Humas Polda Sultra Kombes Pol. Ferry Walintukan, Ia mengarahkan untuk ke Ditkrimsus terkait persoalan tersebut.

Baca Juga: Cocok Dijadikan Sajian Saat Santai Bersama Keluarga, Berikut Resep Butternut Doughtnuts atau Pumpkin

"Ke Dir Sus aja, atau tunggu saya konfirm ke beliau," ujarnya saat dihubungi via WhatsApp.

Selain itu Kabid Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Sultra, Beni Rahardjo menegaskan bahwa PT Rajawali tidak memilikii zin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dan seharusnya perusahaan tersebut tidak boleh beroperasi.

”PT Rajawali tidak terdaftar dalam list IPPKH Dinas Kehutanan Sultra, dan perusahaan tersebut tidak boleh beroperasi,” tegasnya.

Beni juga menambahkan bahwa perusahaan tersebut tak terdaftar di MOMI.

"Saya tidak tahu di mana lokasi IUP PT Rajawali dimaksud, apakah dalam kawasan hutan atau bukan. Kita coba cek di MOMI juga tidak ada," tambahnya.***

Editor: Muh. Faisal

Tags

Terkini

Terpopuler