Politik Adalah Identitas Sulawesi Tenggara

- 1 Desember 2021, 12:20 WIB
Kamaludin/penulis
Kamaludin/penulis /AsumsiSultra.Com

Dalam struktur masyarakat Indonesia yang terbagi atas berbagai ragam ras, budaya,etnis, agama, sampai aliran kepercayaan. konstruksi sosial  yang terbentuk merupakan bentuk pengejawentahan dari pluralisme Bangsa Indonesia yang telah dikemas dalam semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’.

Tetapi semboyan”Berbeda-beda Tetap Satu” seakan tak ada lagi, semua itu karena menguatnya sentimen primordialisme yang telah merambah di segala sektor kehidupan masyarakat tanpa terkecuali. 
Isu premodialisme akan menguat jika sudah diperadabkan pada konteks kekuasaan. Salah satu contoh ketika kontestasi politik sudah akan dimuali.

Politik identitas yang sejatinya merupakan perjuangan rakyat dalam mengaktualisasikan karakteristik khasnya sebagai bagian untuk saling memperkaya dialektika wacana dalam konteks kompetisi politik, berubah menjadi ajang untuk saling mengunggulkan dominasi kelompoknya atas kelompok lain.

Di Provinsi Sulawesi Tenggara, Isu Premodialisme sudah bukan lagi hal yang baru, sebab hampir disetiap kontestasi politik baik dalam konteks Organisasi Kelembagaan Pemuda, pilkada Kabupaten/Kota, dalam kontestasi Pilkada Gubernur pun sudah 2 kali tergaungka, yakni Pilkada tahun 2013 (BM) dan tahun 2018 (RM).

Lalu bagaimana dengan Kabupaten Kota? Hampir sama, contoh pilkada Kabupaten Muna Barat 2017, antara Rajiun Tumada-Achmad Lamani Vs Ikhsan Taufik Ridwan–La Nika, dan yang paling segar diingatan saya saat Almarhum Gusli Topan Sabara S.T., M.T. digadang-gadang akan maju Pilkada 2024 sebagai calon Bupati Konawe.

Sendi-sendi batang tubuh pemikiran masyarakat didominasi isu Rasis dan sukuisme, untuk dijadikan alat pemuas nafsu. Semua itu dilakukan karena dianggap hal paling jitu untuk dihembusakan adalah membawa garis keturunan Ras.

Teori tersubut masih tergolong efective, namun tetapi bagi saya itu adalah sebuah kemunduran. Teori sukuisme dan propaganda premodialisme dalam memilih pemimpin mengingatkan saya pada Fase Kenabian, ketika tersebar kabar bahwa nabi terakhi akan lahir dari bangsa kurais, banyak ras golongan menolak kebenaran yang datangnya dari Allah SWT.

Fethullah Gulen, dia berkata bahwa penyebab dari orang-orang Yahudi tidak mau beriman kepada Rasulullah karena Nabi penutup yang dijanjikan bukanlah dari kalangan mereka. (Fethullah Gulen dalam An Nur Al Khalid Muhammad Mafkhirat Al Insaniyah yang diterjemahkan Fuad Saefuddin dengan judul Cahaya Abadi Muhammad Kebanggaan Umat Manusia).

Bagi saya, kontestasi apapun harusnya mengedapan perang gagasan yang konstruktif tentang kemajuan dan pembangunan daerah. Tanpa embel-embel, suku, ras dan golongan. sebab jika tidak demikian, maka kita memungkiri Dua hal, Pancasila dan Al-Quran (Surat Al-Hujurat ayat 13).

Halaman:

Editor: Muh. Rifky Syaiful Rasyid

Sumber: Tim


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x